Sabtu, 11 April 2015

Jika Aku Menjadi Pengajar Muda


Mentari pagi yang cerah menghangatkan setiap insan pencari butiran-butiran ilmu. Doanya tak pernah berhenti agar Sang Agung menemani langkah-langkahnya mencerdaskan insan sekitarnya. Siapa yang tidak mengingikan mulia hidup dengan ilmu? Bahkan angin pun berdecak kagum menatap jihad ikhlasnya meniti hidup menjadi insan yang bermanfaat. Disinilah tempat yang kuharap kelak aku dapat menggantikan kemuliaannya. Ia tak pernah mengeluh atas gelegar petir yang membisikkan balasan jasanya yang tak akan pernah dapat membayar rasa lelahnya. Ialah haruman bunga yang semerbak wanginya menaburkan benih kecerdasan dan kemuliaan akhlaq pada insan lainnya.
            Inilah mimpi yang tak pernah lupa hatiku mengucap harapan setiap merindu-Nya diatas sajadah cinta. Harapan menjadi insan yang cerdas, berakhlaq dan bermanfaat dengan membimbing sekitarku agar mencintai ilmu-Nya. Maka tak pernah aku berhenti mengejar ketertinggalanku atas secuil ilmuNya agar kelak saat emban amanah itu diletakkannya diatas pundakku aku tak akan mudah berputus asa menghadapi kesulitan dalam mencerdaskan lingkunganku.
            Betapa tinggi imajinasiku sebagai ungkapan doa untuk menjadi seorang pengajar dalam usia belia. Mendirikan sebuah taman baca dan rumah ilmu untuk anak-anak yang ekonominya tidak mampu menopang biaya studi mereka, memberi mereka asupan gizi yang lebih baik dalam menu siang mereka dan memberi mereka motivasi agar mereka selalu bersemangat menyambut ilmu baru yang kelak sangat penting untuk masa depan mereka, pula menjadikan taman baca dan rumah ilmu itu sebagai naungan bagi mereka dimana mereka bahagia menghabiskan waktu mereka untuk belajar dan membaca buku-buku ilmu disana.
            Sungguh tenang menatap polos pribadi mereka yang seluruh harapan mereka masih suci yang tercermin dari senyuman mereka, bening matanya dan suci harapan mereka. Semua hal itu ialah seperti tetesan air syurga yang mengalir perlahan dalam hati yang menyejukkan haus keringnya kerongkonganku. Dengannya aku akan melangkah dengan penuh keyakinan dan rasa percaya diri untuk mencintai, menyayangi dan membimbing mereka menuju mulia griya ilmu dunia dan akhirat-Nya. Dan setiap peluh yang menetes, aku tidak pernah menginginkan keluhan akan keluar dari lisan bahkan bathinku atas sedikitnya waktu untukku beristirahat demi mencerdaskan mereka yang selalu datang mencium tanganku untuk menyambut kedatanganku. Karena itulah mata hati dan bathinku terbuka untuk membawa mereka bersama mimpinya untuk mewujudkan harapan-harapan mereka dengan kesungguhan bejajar dan kejujuran yang penuh.
            Menjadi sang cerdas yang dalam usia belianya menjadi sosok pengajar yang sabar membimbing murid-muridnya, aku tak akan lupa akan kewajibanku untuk tidak hanya mendidik kecerdasan akal mereka saja, namun juga kecerdasan dan kebijaksanaan emosional mereka, agar mereka menjadi manusia yang cerdas dan berakhlaq, karena dunia sudah tidak lagi membutuhkan manusia yang hanya cerdas dalam otak saja, namun dunia ini sudah waktunya dipimpin oleh sosok yang cerdas dalam otak bahkan juga dengan kecerdasan emosional dan spiritual yang dapat menuntun kebijaksanaan untuk menyelesaikan kerusuhan mereka sehingga mereka dapat menata kekacauan yang kini terjadi di dunia kita.
            Memang jalan yang kita tempuh tak akan selamanya lurus, akan ada waktu dimana kita akan belok menikuk tajam entah ke kanan atau ke kiri. Begitu pun seorang pengajar tak jarang akan banyak hujatan yang berusaha menjatuhkan kita, namun kita harus yakin jalan benar yang telah kita pilih dan ikhtiar kita untuk selalu menjunjung tinggi panji ilmu-Nya, maka Allah tak akan segan-segan untuk membantu memecahkan masalah yang kita hadapi saat ini.

            Tetap berjihad wahai sang pemimpi akan terwujudnya menjadi sosok pengajar muda. Cerdaskan generasimu, karena merekalah tunas harapan bangsa.

Minggu, 22 Maret 2015

Anta Nurul Qolby

*Jika namamu yang tertulis dilauhul Mahfudz untuk diriku, niscaya rasa cinta itu akan senantiasa tertanam dan dijaga oleh Allah dalam diri kita. Tugasku bukanlah mencari dirimu, bukanlah mengharapkan kau selalu bersamaku, tetapi tugasku adalah berusaha mensolehahkan diriku dan senantiasa memperbaiki diri untuk menjadi mar'atus sholihah dan umi yang baik untuk buah hati kita nantinya.Wahaiseseorang yang tertulis dilauhuhl mahfudzku, suami dan abi bagi anak-anakku, engkau yang kan menemani perjalanan ibadahku nanti, aku percaya engkau sedang memperbaiki dirimu, berusaha untuk mensolihkan diri, memantaskan dirimu untuk menjadi imam bagi tulang rusukmu, dan para mujahid-mujahidahmu kelak..Ilalliqo' ya Habiiby ;)

Senin, 02 Maret 2015

Nothing

Sudah berapa kali matahari menampakkan sinarnya yang cerah dan penuh semangat, sudah berapa kali bulan dan bintang menghiasi malam disetiap harinya, dan sudah berapa kali kaki ini berajak untuk berangkat mencari setitik ilmu dijami’ah ini?? Sudah berapa kali ku tanya?
Apa yang ku dapat, rasanya hanya suatu ruang hampa yang kosong tanpa berisi apapun didalamnya. Seperti itulah aku menggambarkan diriku sendiri. Ilmu apa yang sudah ku peroleh, pengalaman apa yang sudah ku lalui, prestasi apa yang sudah ku capai.. NOL BESAR!
aku bukan aku.. kemana ?? Harus sampai kapan seperti ini? Kapan mengakhiri permainan konyol ini.
sudah banyak uang yang aku habiskan selama ini. Entahlah, apa yang harus aku lakukan, mungkin 1 tahun pertama ini adalah tahun penyesuaian untuk ku, dan selanjutnya semua ini haruslah aku hentikan, aku tidak boleh berada dalam posisi nyaman seperti ini. Semua harus aku akhiri, dan aku akan mengawalinya dengan seorang nila yang aktif. Lebih menantang dunia. Aku tidak akan pasif..
tapi mungkin aku akan melangkah mundur kembali, yaa aku harus mundur, karna mungkin lingkunganku sekarang sangat membuatku tidak nyaman atas diriku sendiri. Merasa bukan layaknya manusia.. bagaimana tidak, aku untuk bisa bertahan didunia sperti itu.. Terlalu kejam, dan mungkin saja.. sudah banyak waktu yang telah aku sia-siakan dulu.. Hingga kini aku pun merasa bingung atas kemampuanku..
Hanya bermodalkan keberanian, tanpa mempunyai pegangan kuat sebelumnya, ibarat rumah yang pondasinya hanya sejungkil-sejungkil rerumpuhan.. Tidak akan kokoh bangunannnya.
Permisalan atas diriku yang belum bisa mempunyai arti.. 

Selasa, 02 Desember 2014

Jemputlah Bidadarimu dalam naungan kehalalan-Nya



Apa yang sebenarnya menghalangi seseorang untuk berani mengambil pernikahan? Kenapa banyak sekali diantara kita yang merasa berat untuk mengambil seorang akhwat dengan jalan pernikahan? Dengan mendatangi keluarganya dan meminangnya dengan khitbah yang mulia? Apa yang menyebabkan sebagian dari kita merasa terhalang langkahnya untuk mempersuting seorang gadis muslimah yang baik-baik sebagai seorang istri, sementara keinginan ke arah itu sering kali terlontarkan. Sementara kekhawatiran jatuh kepada maksiat itu sudah mulai menguat.
Sungguh , peminangan adalah salah satu bentuk mengagungkan Allah. Kita mengagungkan Allah dengan berusaha menghalalkan karunia kecintaan kepada lawan jenis melalui ikatan pernikahan yang oleh Allah disebut Mitsaqan Ghaliza (perjanjian yang berat). Seorang yang menikah, berarti ia telah menyelamatkan setengah dari agamanya. Bahkan, bagi seorang remaja, menikah berarti telah menyelamatkan dua pertiga dari agamanya. Dari Abu Hurairah r.a., Rosulullah Saw, bersabda, “Tiga orang yang akan selalu diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah Swt., seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan seorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya.” (HR. Thabrani)
Subhanallah.. begitu agungnya sebuah pernikahan itu dimata agama. Maka langkah utama untuk mengantarkan kita pada pernikahan yang penuh barakah adalah luruskan niat dahulu sebelum mengambil langkah untuk menikah. Semakin baik dan jernih niat kita, insya-Allah semakin besar barakah yang diberikan Allah kepada kita. Jika anda menikah agar dapat memejamkan mata dan menjaga kehormatan, atau menyambung kasih saying, maka Allah akan memberikan keberkahan untuk kita.Mudah-mudahan Allah senantiasa meluruskan niat kita dalam menempuh urusan pernikahan seluruhnya. Mudah-mudahan Allah membaguskan hati kita dalam menempuh jalan pernikahan. Sebagian pernikah menjadi penuh barakah karena niat awal ketika memutuskan untuk menikah adalah hanya semata ingin mencari Ridho Allah dan menyempurnakan ibadahnya. Dan sebagian lain ada pula pernikahan yang tidak pernah meraih barakah karena kesalahan mengucap niat di awal. Untuk itu, luruskan niat dan baguskan hatimu sebelum engkau memantapkan diri mengambil jalan pernikahan.


Pada dasarnya semua perasaan saling mencintai dan menyayangi merupakan fitrah manusia yang telah Allah karuniakan perasaan itu kepada setiap manusia. Namun sudah banyak sekali orang yang salah mengartikan cinta yang sejatinya. Cinta yang kekal hanyalah cinta kepada Allah. Namun seringkali kita jumpai dizaman akhir ini, para muda-mudi yang dengan keberaniannya menampakkan akhlak-akhlak sayyi’ah dihadapan khalayak umum, berpegang tangan dengan yang bukan mahramnya, bahkan hal-hal lain yang secara jelas telah dilarang oleh agama. Mereka menganggap, bahwa apa yang dilakukannya itu merupakan suatu hal yang biasa, suatu hal yang tidak akan berdosa bila melakukannya, suatu hal yang menurutnya adalah sebuah kewajaran untuk dilakukan. Naudzubulillah ..
Padahal  jelas didalam Al-Qur’an disebutkan : ولا تقرب الزنى
Oleh karena itu, islam sangat menganjurkan seseorang untuk berani mengambil pernikahan apabila ia telah mampu. Agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah di muka bumi ini. Namun, apabila belum mampu untuk menikah, maka berpuasalah, karna dengan berpuasa kita bisa menjaga izzah dan iffah kita dari kejahatan nafsu yang menghujam batin dan fikiran kita.
Pernikahan adalah keagungan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Didalamya ada keindahan dan ketentraman. Didalamnya juga ada rasa cinta kepada  kekasih yang menemukan tamannya. Didalamnya juga terdapat ladang amal sholih. Kalau suami istri itu adalah ahli ibadah, insya-Allah mereka dapat saling membantu dalam meningkatkan ketaqwaan. Kalu seorang istri sudah menjadikan sholat malam sebagai penghias hidupnya, sedangkan suami masih belum terbiasa, maka istri dapat membiasakan suaminya untuk mulai menegakkan sholat malam. Begitupun pula sebalaiknya. Allah Swt berfirman :
الخبيثت للخبيثين والخبثون للخبيثات واللطيبات للطيبين والطيبون للطيبات أولئك مبرءون مما يقولون لهم مغفرة ورزق كريم
“Dan perempuan-perempuan yang keji adalah diperuntukkan bagi laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji juga diperuntukkan bagi perempuan yang keji, sedangkan perempuan yang baik diperuntukkan bagi laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik juga diperuntukkan bagi perempuan-perempuan yang baik…” (Qs. An-Nur:26)
Islam memandang pernikahan sebagai kemuliaan yang sangat tinggi derajatnya. Allah menyebut ikatan pernikahan sebagai mitsaqan-ghalizha (perjanjian yang sangat berat). Hanya tiga kali istilah ini disebutkan dalm Al-Qur’an, dua lainnya berkenaan dengan tauhid. Sedangkan tauhid adalah inti agama. Maka pernikahan yang diridhai Allah akan dipenuhi oleh doa malaikat yang menjadi saksi pernikahan.
Ketika akad nikah terjadi, halal apa-apa yang sebelumnya diharamkan. Apa yang sebelumnya diharamkan. Apa yang sebelumnya merupakan maksiat dan bahkan dosa besar, sejak saat itu telah menjadi kemuliaan, kehormatan dan besar sekali pahala disisi Allah. Pernikahan telah mengubah pintu-pintu dosa dan kekejian menjadi jalan kemuliaan dan kesempurnaan manusia dalam beragama. Allah menyempurnakan setengah agama ketika seseorang melakukan pernikahan.
Namun demikian, sebelum akad terlaksana. Selama proses inilah setan berusaha memanfaatkan momentumnya untuk menggoda dan merusak manusia, sehingga pernikahan bergeser jauh dari makna dan tujuannya. Lantas proses pernikahan manakah yang terbaik? Yang terbaik adalah yang paling maslahat dan barakah, serta jauh dari mafsadah (kerusakan) dan bibit-bibit kekecewaan yang menjauhkan seseorang dari rasa syukur. Proses pernikahan yang mendatangkan maslahat dan barakah bisa jadi berlangsung dengan mudah, bisa pula melalui jalan yang pelik. Allah Maha Tahu apa yang paling maslahat bagi ummatnya. Ketika hujan lebat sedang turun, dan petir menggelegar sambut-menyambut, kalau kita tidak berhati-hati, kita bisa saja tersambar oleh petir tersebut. Namun kalau kita menjaga diri, istiqamah, dan tawakkal, insya-Allah anda akan mendapati hujan sebagai penyucian bumi hati kita. Sedang petir membawa muatan listrik yang menerangi.
Menikah memang salah satu perkara yang perlu disegerakan. Begitu islam mengajarkannya. Menyegerakan bagi laki-laki yang telah mencapai ba’ah adalah dengan segera meminang wanita baik-baik yang ia mantap dengannya. Ia mendatangi orangtua wanita tersebut dengan menjaga adab sambil membersihkan niat, namun setan tetap berusaha untuk merebut masa sebelum pernikahan ini, masa yang sangat rawan. Masa ini bisa menyesatkan manusia jika ia tidak berhati-hati. Dengan demikian boleh jadi ia mendapati pernikahannya kelak tidak sebagaimana harapannya, meskipun barangkali pasangan hidupnya sudah berperilaku sesuai dengan tuntunan islam dan bahkan melakukan kebajikan-kebajikan dalam rumah tangga. Naudzubillah min dzalik. Semoga Allah menjaukan kita dari hal-hal yang demikian. Maka ada dua hal yang perlu kita jaga sejak berangka meminang sampai dengan pelaksanaan akad-nikah. Pertama, menyangkut persangkaan kita kepada Allah. Ini yang paling rawan. Kedua, persangkaan dan presepsi kita terhadap pernikahan dan calon pasangan hidup kita. Kita seringkali tidak bisa membedakan apakah kita melakukan sesuatu karena persangkaan kita yang baik kepada Allah ataukan justru karena persangkaan kita yang kurang tepat kepada-Nya.
Nikah adalah satu diantara tida perkara sunnah untuk disegerakan. Allah akan melimpahkan ridha-Nya kepada orang yang menyegerakan nikah dan Allah juga akan memberikan perlindungan kelak di yaumil hisab. Sebab, sesungguhnya perbuatan menyegerakan nikah merupakan perkara yang disunnahkan oleh Rosulullah. Dan setiap perkara yang disunnahkan, adalah tindakan yang diridhai oleh Allah. Menikah hamper menyamai kemuliaan agama. Perjanjian nikah disebut mitsaqan-ghaliza. Pernikahan merupakan bukti kekuasaaan Allah yang Maha Mulia. Ia menciptakan kasih sayang dan kerinduan. Ia memberikan ketentraman yang tidak pernah bisa dirasakan oleh orang yang belum menikah. Rumah bagi mereka yang menikah adalah tempat yang menyejukkan. Pernikahan yang barakah akan menumbuhkan al’athifah (jalinan perasaan) yang demikian. Dalam pernikahan yang barakah, insya-Allah akan tumbuh sakinah. Perasaan ini bukan sejenis luap-luapan sesaat, sehingga semakin kering ketika pernikahan sudah dimakan usia. Lalu bagaimanakah keluarga yang sakinah itu? Allahua’lam bishawab. Hadis berikut mudah-mudahan dapat memahamkan kita sebagian diantara tanda-tandanya.
“Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki adalah istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayangg dan jika kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu, kendaraan yang baik yang mengantar ke mana kamu pergi, dan rumah yang damai yang penuh kasih sayang.”
“Akan lebih sempurna ketaqwaan seorang mukmin, jika ia mempunyai seorang istri shalihah, jika diperintah suaminya ia patuh, jika dipandang membuat suaminya merasa senang, jika suaminya bersumpah membuatnya merasa adil, jika suaminya pergi ia akan menjaga diri dan harta suaminya.”